Radiobintangtenggara.com, JEMBER – Penerapan Undang-Undang Jaminan Fidusia Nomor 42 Tahun 1999 masih kerap menghadapi persoalan dalam prakteknya. Mulai dari perusahaan pembiayaan (leasing) yang tidak memiliki sertifikat jaminan fidusia, hingga proses eksekusi benda yang menjadi jaminan fidusia dilakukan secara salah.
Kepala Bagian Pengawasan Industri Keuangan Non Bank, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Regional IV Jawa Timur, Budiono menyatakan, dalam perjanjian fidusia, perusahaan pembiayaan haruslah memberikan penjelasan serinci mungkin kepada konsumen saat akan melakukan kontrak perjanjian jual beli yang menjadikan kendaraan sebagai jaminan fidusia.
Penjelasan yang diberikan termasuk hak-hak dan kewajiban yang akan muncul sebagai akibat perjanjian yang dibuat. “Sehingga ketika konsumen melanggar kewajibannya, leasing dapat menarik obyek jaminan sesuai aturan dalam Undang-Undang Fidusia,” katanya.
Baca Juga. Tahun 2018, Target Serapan Beras Bulog Jember Meningkat
Meski demikian, lanjut Budiono, guna menarik obyek yang dijaminkan perusahaan pembiayaan harus memenuhi sejumlah persyaratan. Antara lain memberi surat peringatan terlebih dahulu kepada konsumen yang dianggap lalai.
Sedangkan untuk penarikan kendaraan memang bisa dilakukan oleh pegawai atau tenaga eksternal yang diberi kuasa persahaan untuk melakukan penarikan. Dengan ketentuan tenaga eksternal tadi harus tersertifikasi sebagai tenaga ahli penarikan yang sertifikatnya diterbitkan oleh asosiasi perusahaan pembiayaan Indonesia.
“Perusahaan pembiayaan yang terlibat juga harus dilengkapi sertifikat jaminan fidusia,” ujarnya.
Baca Juga. Persiapan Pilkada 2018, Polres Jember Gelar Simulasi
Budiono menambahkan dengan telah melengkapi seluruh persyaratan tersebut, barulah leasing dapat menarik barang yang dijaminkan tanpa harus menunggu putusan pengadilan.
Mengingat berdasarkan Undang-Undang jaminan fidusia, sertifikat jaminan fidusia memiliki kekutan hukum setara dengan putusan pengadilan.
SUPIANIK