Budaya Berbagai Suku Meriahkan Festival Kuwung Banyuwangi

Budaya Berbagai Suku Meriahkan Festival Kuwung Banyuwangi

Radiobintangtenggara.com, Banyuwangi – Festival Kuwung kembali digelar di Banyuwangi. Berbagai seni budaya dari beberapa daerah dan suku tampil dalam festival tertua di Banyuwangi ini.

Festival yang berlangsung Sabtu (8/12/2018) malam itu, dibuka Bupati Banyuwagi Abdullah Azwar Anas. Festival Pelangi (Kuwung) ini, menampilkan budaya Suku Osing (masyarakat asli Banyuwangi) hingga budaya dari berbagai berbagai daerah yang menunjukkan hibriditas budaya.

Menurut Anas, hibriditas kebudayaan tersebut sebagai bentuk inklusivitas warga Banyuwangi. “Orang Banyuwangi tidak anti keanekaragaman, baik suku, agama, maupun budaya. Keanekaragaman itu mampu diolah menjadi modal sosial dalam memajukan daerah,” ujarnya.

Kreativitas dan keterbukaan tersebut, lanjut Anas, menjadi watak dasar warga Banyuwangi yang menjadikannya individu yang inovatif. “Spirit inovasi inilah yang terus kita bangun dalam menata Banyuwangi ke depan,” ungkapnya.

Kebudayaan Banyuwangi tak hanya berangkat dari cipta karsa Suku Osing. Perjumpaannya dengan seni budaya dari daerah lain menjadikannya lebih beragam. Proses adaptasi dan inovasi dari perjumpaan kebudayaan tersebut menumbuhkan tradisi seni budaya baru seperti yang tersaji dalam festival ini.

Seperti koreografi bertema “Teji Setro Asnawi”. Tari yang dibawakan para seniman dari Kecamatan Bangorejo dan sekitarnya itu mengisahkan tumbuhnya seni jaranan di Banyuwangi. Digambarkan, tokoh bernama Asnawi yang merupakan pendatang dari wilayah Mataraman (Jawa Timur bagian barat) mengembangkan seni jaranan dan reog ke Banyuwangi. Jaranan pun berkembang dengan cita rasanya tersendiri karena telah terpaut dengan unsur seni Blambangan, kerajaan awal mula Banyuwangi.

Ada juga sendratari berjudul “Paseban Agung Kedhaton Manikjingga”. Fragmen ini mengisahkan perkembangan seni janger Banyuwangi. Sentuhan kebudayaan Bali dalam pertunjukkan tersebut tak lain berangkat dari kreativitas Mbah Darji dari Banyuwangi dalam mengadaptasi seni Arja dan Ande-Ande Lumut dari pulau seberang tersebut.

Tidak hanya itu, unsur islami juga terasa kuat dikemas dalam kesenian di Banyuwangi. “Jelujur kundaran” yang ditampilkan oleh Kecamatan Banyuwangi dan sekitarnya menyiratkan tradisi para santri di Banyuwangi.

Sementara seni budaya Suku Osing terwakili dalam sendratari “barong ider bumi” dan “meras gandrung” juga turut ditampilkan. Dua kesenian tersebut merupakan ritus kebudayaan yang bernilai spritualistik.

Ditambahkan Anas, berbagai festival yang konsisten dikembangkan Banyuwangi ini sebagai upaya untuk memperkuat modal sosial warga Banyuwangi. Festival yang dibuat Banyuwangi merupakan hasil kerja bareng semua warga Banyuwangi yang melibatkan semua kalangan dari berbagai profesi.

“Festival ini mempersatukan rakyat, membaurkan warga dari lintas suku, lintas agama. Budayawan bersama pemkab dan tentunya melibatkan dan didukung warga bersama-sama menyajikan beragam event dalam Banyuwangi Festival. Festival adalah rajutan penting bagi perkembangan Banyuwangi,” jelas Anas.

Festival ini juga dimeriahkan oleh duta kebudayaan daerah lain seperti Kota Probolinggo, Kabupaten Kediri dan Kabupaten Jembrana. Ribuan penonton antusias sepanjang rute dari depan kantor Bupati Banyuwangi hingga Gesibu Blambangan. Hujan yang sempat mengguyur tak menyurutkan ribuan penonton yang memadati rute sejauh 2,5 KM tersebut.

MUHAJIR EFENDI

About Fareh Hariyanto

Check Also

KAI Daop 9 Jember ‘Jangan Berada di Jalur kereta api, Berbahaya!’

BINTANG TENGGARA – Pada pukul 03.40 WIB masinis kereta api Wijayakusuma relasi Cilacap – Jember …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *